Ahmad Mulyono
Awan hitam menyelimuti malam, angin bertiup
spoi-spoi membuat dingin menyusup di hati, suasana gelap mencekam di suatu desa
yang belum ada listrik, tepatnya Desa Brangol Kecamatan Krangjati Kabupaten
Ngawi. Malam Jum’at tanggal 19 Desember
1980 lahirlah seorang bayi laki-laki yang bernama Mulyono. Dia anak pertama
dari dua bersaudara, ketika umur 7 tahun dia dititipkan oleh orang tuanya
kepada pamanya untuk belajar mengaji. Pamanya adalah seorang guru agama dan
imam masjid di dsn. Kali kangkung Desa Nglebak Kecamatan Menden Kabupaten
Blora. Dua tahun kemudian dia pulang kampung dan melanjutkan sekolahnya di SDN
Brangol Karangjati Ngawi. Selain seorang anak yang pendiam dia juga suka
tirakat puasa senin kamis dari kelas 5 SD berlanjut sampai kelas 3 MAN Ngawi.
Tahun 1995 sekolah di MTs Guppi Padas
Ngawi, selain aktif dalam kegiatan kepramukaan dia juga ikut bela diri Ikatan
Pernafasan Suci Ati (IPSA). Dia selalu menjadi Bintang kelas sekaligus ketua
kelas bukan karena anaknya pandai atau genius, akan tetapi tetapi karena
kerajinan, ketlatenan dan keuletan dalam mempelajari mata pelajaran. Setiap
malam ada dua mata pelajaran yang wajib di pelajari karena dia anggap sulit, pelajaran
Matematika dan Bahasa Arab. Dengan ditemani tip recorder dan sebuah kaset Obbie
Mesak yang dibolak-balik tiga sampai empat kali tanpa mengenal bosan dia asyik
belajar berjam-jam bahkan habis sholat isa’ sampai jam satu malam. Salah satu
Nasehat pak guru yang dia ugemi adalah “
Kalau pelajaran yang paling sulit sudah kamu kuasai maka pelajaran yang lainnya
akan terasa mudah semua”. Dan nasehat ini jadi jimat yang mujarab terbukti
kasiatnya. Setelah nilai raport pelajaran
matematika dapat nilai 9 ternyata pelajaran lainnya juga tidak jauh
beda.
Tahun 1997 sekolah di MAN Ngawi, dan mondok
di PonPes. Baiturrohman Beran. Dari sini pikiranya sudah mulai terpecah tidak
bisa fokus dalam pelajaran. Setelah lulus MAN tahun 2000 dia masih tetap
tinggal di pondok Baiturrohman. Pada tahun 2004 pindah ke Pondok Pesantren Sunan
Pandanaran Yogyakarta. Di PPSPA dia menjadi santri ndalem atau santri mandiri
yang tidak menggantungkan kiriman dari orang tua melainkan bekerja mengabdi
membantu Pak Kyai Melayani Para santri. Pagi hari dia sekolah di Madrasah
Diniyyah Al-Qur’an siangnya dengan santri mandiri lainnya memasak untuk makan
seribu lebih santri, malam harinya ikut tahfidz Al Qur’an.
Empat bulan kemudian dia di kasih tanggung jawab untuk mengelola koprasi pondok, hingga 5 tahun lamanya menjadi penjaga kopontren atau lebih di kenal MM (Mini Market). Suatu hari dia dapat telpon dari pamannya di Papua untuk membantu menghidupkan agama Islam disana. Walau agak berat karena dia belum khatam Al Qur’an dia berangkat ke papua dengan Niat hanya lillahi ta’ala dan bertawakal pada Allah
Empat bulan kemudian dia di kasih tanggung jawab untuk mengelola koprasi pondok, hingga 5 tahun lamanya menjadi penjaga kopontren atau lebih di kenal MM (Mini Market). Suatu hari dia dapat telpon dari pamannya di Papua untuk membantu menghidupkan agama Islam disana. Walau agak berat karena dia belum khatam Al Qur’an dia berangkat ke papua dengan Niat hanya lillahi ta’ala dan bertawakal pada Allah
Pulau papua cerah, pesisir pelabuhan
Jayapura merekah, menyambut kedatangan
Kapal Gunung Dempo yang membawa penumpang dari pulau Jawa, hari Senin 20 April 2009, pertama
kali dia menginjakkan kaki di pulau Papua, setelah lima hari enam malam
terapung-apung di atas kapal. Hatinya sedikit bergetar meliht sebuah tulisan besar sekali “Selamat Datang
Di Pelabuhan Jayapura Papua “ disebelahnya terdapat salib raksasa besar sekali,
yang mengandung kesan bahwa penduduk papua identik dengan kristen. Perasaan sukacita meruap dalam dada
mengalahkan keluh kesah karena dia akan berjumpa dengan pamannya yang sudah
sekian tahun lamanya tak bertemu. Setelah satu jam dia menunggu akhirnya
pamannya datang menjemputnya. Kemudian mereka pergi menuju masjid agung
Jayapura yang terletak di kota
Sentani. Selama seminggu disana ada tiga tawaran yang harus dipilihnya, pertama
jadi takmir masjid agung sentani, kedua mendirikan Pondok Pesantren di daerah
transmigrasi SP1, ketiga mengajar ngaji karyawan serta merawat mushola yang baru
saja didirikan di sebuah perusahaan kelapa sawit PT.Sinar Mas. Sambil bekerja
di kantor sebagai administrasi Divisi di perusahaan tersebut. Akhirnya dia
memilih tawaran ke tiga dengan alasan untuk menyeimbangkan antara dunia dan
akhirat, beribadah sambil bekerja
Perkebunan kelapa sawit PT. sinar Mas yang
luasnya sekitar 15.000 Hektar lebih mempunyai ribuan karyawan yang terdiri dari
beberapa estate, tiap estate terbagi lagi menjadi beberapa divisi. Kg. Mulyono
tinggal di Rajawali estate divisi III yang tempatnya di ujung pekebunan daerah
paling dalam yang dekat dengan hutan belantara. Baraknya dihuni sekitar 600 jiwa yang beragama Islam,
Kristen, Khatolik dan Budha, umat muslimnya hanya 20 orang dari 600 jiwa,
terdiri 15 laki-laki dan 5 perempuan. Walaupun minoritas mereka hidup tentram
dan aman dalam mejalankan ibadah, karena kerukunan dan toleransi antar umat
beragama terjalin sangat erat. Setelah satu tahun dia menjalankan tugasnya
disana terasa olehnya suatu kejenuhan dan merasa butuhnya seorang pendamping.
Akhirnya dia pulang ke jawa untuk mencari tulang rusuknya yang hilang satu, bulan
april 2010 dengan naik pesawat Batavia dia terbang ke
pulau jawa. Dari bandara Sentani Papua menuju ke Jakarta terus transit ke Jogja.
Setelah dua
minggu dirumah dia berangkat ke Ponpes Miftahul Jannah Kroya Cilacap untuk
memperbaiki hafalan 7 juz ayat Al Qur’an yang telah sedikit terlupa selama di
Papua. Bulan 6 tahun 2011 dia mendirikan Lembaga Pendidikan Kompouter Islami “
Murya.Net Computer “ . Pada akhir tahun 2011 dia masuk Kuliah di STAI Sunan
Giri Bojonegoro cabang ngawi, yang bertempat di PonPes Al – Falah Jogorogo. Sampai
saat ini bulan Mei 2012 dia belum jua menemukan tambatan hatinya yang saling
menyayangi, satu misi yang mau diajak untuk mensyiarkan agama bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar